KENAPA KISWAH KA’BAH DIGUNTING

AGAR TIDAK TERJADI LAGI PENGGUNTINGAN KISWAH KA’BAH
Sumber : http://zainalabidinsyamsuddin.com/?p=119
      

Sungguh sangat memalukan, memilukan dan merusak citra bangsa Indonesia di mata dunia terutama di Timur Tengah kejadian pengguntingan Kiswah Ka’bah dan kesalahan fatal bukan pada seorang nenek yang ingin cucunya bisa berbicara tetapi kesalahan fatal pada para Kyai yang menanamkan Keyakinan Khurafat dan Aqidah Sesat. Agar kejadian yang memilukan dan memalukan tersebut tidak terulang kembali maka saya akan kemukakan beberapa hal yang memicu munculnya tindakan tersebut yang bertentangan dan dapat merusak tauhid, sebagaimana yang disebutkan oleh para ulama, sehingga anda terhindar dari khurafat dan tahayyul yang beredar di masyarakat:

  1. Memakai penangkal dengan tujuan menolak bala atau menghilangkannya, seperti kalung dan benang, baik yang terbuat dari kuningan, tembaga, besi ataupun kulit. Perbuatan seperti itu termasuk syirik.
  2.  Mantera-mantera bid’ah dan jimat-jimat. Mantera-mantera bid’ah ialah yang mengandung rumus-rumus dan kata-kata yang tidak dipahami, meminta bantuan jin untuk mengenali penyakit atau melepaskan sihir (guna-guna). Atau memakai jimat-jimat, yaitu yang biasa dipakaikan kepada manusia atau hewan berupa benang atau ikatan, baik yang bertuliskan ungkapan (do’a) bid’ah yang tidak terdapat dalam Al Quran dan Sunnah, maupun (do’a-do’a) yang terdapat dalam keduanya – menurut pendapat yang shahih. Karena hal ini dapat menjadi sarana menuju perbuatan syirik. Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya jampi-jampian, jimat-jimat dan pelet (guna-guna) adalah syirik”. HR. Ahmad dan Abu Daud. Dan termasuk dalam hal ini, meletakkan mushaf (Al Quran) atau menggantungkan kertas, sekeping tembaga atau besi yang bertuliskan lafzhul Jalalah (nama Allah) atau ayat Kursi di dalam mobil, dengan keyakinan bahwa (tindakan) itu dapat menjaganya dari segala yang tidak diinginkan, seperti penyakit ‘Ain (yang disebabkan oleh pandangan jahat) dan seumpamanya. Demikian juga halnya, meletakkan sesuatu berbentuk telapak tangan atau lukisan, yang didalamnya terdapat gambar mata dengan keyakinan bahwa ini juga dapat mencegah penyakit ‘Ain. Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang menggantungkan sesuatu (jimat) dia akan diserahkan (urusannya) kepada jimat tersebut”. HR. Ahmad, Tirmizy dan Al Hakim.
  3. Termasuk yang dapat merusak tauhid, meminta berkat (tabarruk) kepada seseorang atau mengusap-usap tubuhnya dan mengharapkan berkah daripadanya. Atau mencari berkat dipohon-pohon, batu-batu dan lain-lain. Bahkan Ka’bah sendiri tidak boleh mengusap-usapnya dengan tujuan mencari berkah. Umar bin Khattab ra ketika mencium Hajarul Aswad pernah berkata : “Sesungguhnya aku tahu, bahwa kamu adalah sebuah batu yang tidak dapat memberi manfa’at dan madharat. Kalau bukan karena aku pernah melihat Rasulullah SAW menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu”.
  4. Di antara yang dapat membatalkan tauhid, menyembelih atas nama selain Allah, baik wali-wali, setan-setan atau jin dengan maksud mengambil manfa’at atau menghindarkan madrahat dari mereka. Ini adalah syi-rikbesar (akbar). Sebagaimana tidak dibenarkan menyembelih atas nama selain Allah, tidak dibenarkan pula menyembelih di tempat penyembelihan atas nama selain Allah, sekalipun dengan niat menyembelih karena Allah. Hal ini dalam ra ngka menutup jalan yang dapat membawa kepada kesyirikan.
  5. Bernadzar kepada selain Allah. Nadzar ialah suatu ibadah yang tidak boleh ditujukan kepada selain Allah.
  6. Meminta tolong dan perlindungan kepada selain Allah. Rasulullah berkata kepada Ibnu Abbasradhiyallahu ‘anhuma: “Apabila kamu ingin meminta (sesuatu), maka mintalah (hanya) kepada Allah, dan apabila kamu meminta pertolongan, maka minta pertolongan-lah (hanya) kepada Allah. Dengan demikian, tahulah kita bahwa berdo’a (meminta sesuatu) kepada jin adalah terlarang.
  7. Termasuk yang dapat menggerogoti keutuhan tauhid, sikap berlebih-lebihan (ghu-luw)terhadap wali-wali dan orang-orang shaleh dengan memberi mereka kedudukan lebih tinggi dari yang seharusnya. Misalnya berlebih-lebihan dalam memuliakan mereka, atau menyamakan kedudukan mereka dengan kedudukan para rasul atau menyamakan kedudukan mereka dengan kedudukan para rasul atau berkeyakinan bahwa mereka orang yang ma’shum (terpelihara dari berbuat dosa).
  8. Melakukan thawaf di kuburan. Perbuatan ini termasuk syirik (menyekutukan Allah). Tidak dibenarkan shalat di kuburan, karena ia dapat mengantar kepada syirik, apalagi kalau shalat itu ditujukan kedanya atau dengan maksud menyembahnya. Na’uzubillah.
  9. Demi menjaga kemurnian tauhid, kita dilarang membangun kuburan, membuat kubah-kubah dan masjid-masjid di atasnya serta menplesternya (dengan keramik, pualam, dan lain-lain).
  10. Memakai sihir, mendatangi tukang sihir, tukang tenung (dukun), paranormal (ahli nujum) dan yang sama dengan mereka. Tukang-tukang sihir adalah (dihukum) kafir. Oleh sebab itu tidak dibenarkan mendatangi, bertanya (sesuatu) dan membenarkan mereka, sekalipun mereka dijuluki wali atau bergelar kiyai dan seumpamanya.
  11. Thiyarah (percaya kepada petanda baik atau buruk). Yaitu merasa pesimis (sial) dengan pertanda burung, hari, bulan ataupun seseorang. Semua kepercayaan seperti ini tidak dibolehkan sama sekali, karena thiyarah itu adalah syirik sebagaimana disebutkan dalam hadist.
    1. Termasuk yang dapat merusak akidah tauhid, terlalu menggantungkan harapan (nasib) kepada sebab (usaha), seperti menggantungkan nasib kepada dokter, pengobatan, pekerjaan dan lain-lain, tanpa menghiraukan sikap tawakal kepada Allah. Padahal, yang disyari’atkan ialah menempuh segala sebab (usaha) itu seperti berobat dan mencari rezki dengan tetap menggantungkan harapan kepa-da Allah, bukan kepada usaha itu.
    2. Meramalkan kejadian yang akan datang atau hal-hal yang ghaib dengan perantaraan bintang-bintang, padahal bintang-bintang itu diciptakan (Allah) bukanlah untuk tujuan tersebut.
    3. Meminta hujan dengan perantaraan bintang, planet-planet dan musim-musim serta berkeyakinan bahwa bintang-bintang yang menyebabkan tidak datangnya pada waktunya. Akan tetapi, yang menurunkan dan menahan hujan itu adalah Allah. Oleh sebab itu, katakanlah: “Kita dituruni hujan karena karunia dan rahmat Allah”.
    4. Dan diantara yang bertentangan dengan akidah tauhid, memberikan sesuatu dari bentuk ibadah yang berhubungan hati kepada selain Allah. Misalnya, memberikan rasa cinta atau takut yang mutlak kepada makhluk.
    5. Termasuk yang dapat merusak akidah, tidak merasa khawatir kepada makar dan azab Allah, atau berputus asa dari rahmat-Nya. Tetapi, jadilah anda berada di antara rasa takut (dari azab Allah) dan berharap (kepada rahmat-Nya).
    6. Tidak sabar, jengkel dan tidak menerima qadar (ketentuan) Allah. Misalnya, ungkapan mereka: “Ya Allah! Kenapa Engkau lakukan ini padaku!?”, atau: “Kenapa Engkau perlakukan si fulan seperti ini!?”, atau: “Kenapa semua ini mesti terjadi ya Allah!?” dan ungkapan lain seumpamanya, seperti meratapi orang meninggal, merobek-robek pakaian dan mengiraikan rambut.
    7. Berbuat amal kebajikan karena riya dan mencari popularitas atau beramal karena mengharapkan kepentingan duniawi semata.
    8. Mengikuti ulama dan pemimpin dalam menghalalkan yang haram atau mengharam-kan yang halal. Ketaatan seperti ini termasuk perbuatan syirik.
    9. Perkataan: “Karena kehendak Allah dan kehendakmu”’ atau: “Kalau bukan karena Allah dan karena si anu”’ atau: “Saya bergantung kepada Allah dan kepadamu”. Padahal ia mesti menggunakan kata “kemudian” (sebagai ganti kata “dan”) dalam ungkapan-ungkapan di atas. Hal ini berdasarkan perintah Rasulullah, bahwa apabila seseorang bersumpah hendaklah ia mengatakan (ungkapan seperti ini): “Demi Tuhan (Yang memiliki) Ka’bah” atau: “Karena kehendak Allah, kemudian kehendakmu”. HR. An Nasa-i.
    10. Mencela masa, zaman, hari dan bulan.
    11. Meremehkan agama, rasul-rasul, Al-Qur’an dan Sunnah. Atau memperolok-olok kan orang-orang shaleh dan para ulama, disebabkan komitmen mereka mengamalkan dan mensyi’arkan Sunnah, seperti memelihara jenggot, memakai di atas mata kaki dan amalan-amalan Sunnah lainnya.
    12. Memberikan nama seseorang dengan “Abdun Nabi (Hamba Nabi)”, “Abdul Ka’bah (Hamka Ka’bah)” atau “Abdul Husain (Ham-ba Al Husain)”. Nama-nama seperti ini tidak boleh digunakan oleh agama. Akan tetapi, nama-nama yang mengandung ‘ubudiyah (makna penghambaan) mesti disandarkan kepada nama Allah semata, seperti “Abdullah” dan “Abdul Rahman”.
    13. Melukis gambar-gambar makhluk bernyawa, mengagungkan dan menggantung­kan­nya di dinding atau di tempat-tempat pertemuan dan sebagainya.
    14. Meletakkan gambar salib, melukis atau membiarkannya menempel di pakaian tanpa mengingkarinya. Padahal, yang semestinya dilakukan adalah menghancurkan atau menghilangkan.
    15. Memberikan loyalitas (wala’) kepada orang-orang kafir dan munafik dengan cara menghormati, memuliakan, mencintai dan bangga dengan mereka, bahkan memanggil mereka dengan panggilan “sayyid” (tuan yang mulia).
    16. Menghukum dengan selain hukum Allah dan menempatkan undang-undang (buatan manusia) pada posisi hukum syari’at-Nya, dengan keyakinan bahwa undang-undang tersebut tidak relevan (sesuai) untuk dijadikan hukum positif dari hukum syari’at Allah. Atau berkeyakinan bahwa undang-undang ter-sebut sama saja atau bahkan lebih (tinggi) kedudukannya dan lebih sesuai dengan perkembangan zaman sekarang. Sikap manusia yang menerima saja pandangan seperti ini, termasuk yang dapat menafikan tauhid.
    17. Bersumpah atas nama selain Allah, seperti bersumpah atas nama nabi, atas nama amanah dan lain-lain. Nabi bersabda: “Barang siapa yang bersumpah atas nama selain Allah, maka sesungguhnya ia telah kafir atau syirik”. (HR. Tirmidzy dan dihasankannya)
    18. (Sumber : http://zainalabidinsyamsuddin.com/?p=119)